Cute Rocking Baby Monkey

Jumat, 24 April 2015


Mikroba, Susu Formula , dan Botol Susu Bayi

Dalam masa pertumbuhan dan perkembangan bayi, nutrisi merupakan sesuatu yang sangat penting dan sudah sepatutnya diperhatikan oleh orang tua. Kebutuhan nutrisi ini juga seharusnya mendukung sistem kekebalan tubuh bayi yang umumnya masih rendah, sehingga bayi mudah atau rentan terhadap berbagai penyakit. Dalam hal ini diperlukan kesadaran orang tua dalam pemilihan makanan yang diberikan oleh bayi. Pada zaman sekarang masih banyak orang tua yang memberikan susu formula bagi anaknya. Namun, bagaimana jika susu formula yang diniatkan untuk memperkuat tumbuh-kembang bayi justru memberikan efek yang tidak diharapkan dan cenderung merugikan untuk tubuh bayi itu sendiri?. Hal ini berkaitan pada hal yang belakangan ini meresahkan orang tua, khususnya orang tua yang memberikan susu formula pada bayi mereka, yakni munculnya isu tentang susu formula berbakteri. Susu formula berbakteri ini merupakan susu yang telah tercemar ataupun mengandung bakteri yang apabila dikonsumsi oleh bayi dapat menimbulkan kerugian berupa penyakit pada bayi tersebut. Ada beberapa macam bakteri yang dapat hidup pada susu formula bayi, antara lain adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus cremoris, Mycobacterium spp, Pseudomonas sp, Serratia marcescens, dan Enterobacter sakazakii (Andi: 2014)).
Enterobacter sakazakii, salah satu bakteri yang dapat hidup di susu formula bayi. Enterobacter sakazakii ini pertama kali ditemukan pada tahun 1958 pada 78 kasus bayi dengan infeksi meningitis (Asih rahayu:2011). Umumnya bakteri ini dapat menginfeksi berbagai organisme namun,  khususnya pada bayi yang memiliki sistem imun yang masih rendah, terutama pada bayi yang dilahirkan secara prematur. Enterobacter sakazakii bukan merupakan asli flora normal saluran pencernaan pada hewan maupun manusia, namun diduga bahwa bakteri ini dapat menginfeksi melalui sumber infeksi seperti tanah, air, udara, sayuran, lalat serta tikus. Pencemaran susu formula oleh Enterobacter sakazakii ini diduga dapat tejadi karena adanya kontaminasi pada susu formula dengan tiga cara : kontaminasi pada bahan baku yang digunakan untuk pembuatan susu formula, kontaminasi bahan-bahan yang ditambahkan pada susu formula setelah pasteurisasi, dan kontaminasi pada saat penyajian susu formula pada bayi.
Struktur Enterobacter sakazakii berbentuk batang, memiliki alat gerak berupa flagel peritrik, memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis (jenis bakteri gram negative), dan tidak membentuk spora. Berdasarkan  sifatnya Enterobacter sakazakii  merupakan bakteri opportunistic pathogen. Dan bila dilihat dari sifat tersebut Enterobacter sakazakii  termasuk bakteri heterotrof, yakni jenis bakteri yang mendapatkan nutrisinya dari organisme lain. Sedangkan berdasarkan kebutuhan oksigen Enterobacter sakazakii merupakan bakteri fakultatif anaerob, yang dapat hidup baik pada lingkungan berkadar oksigen tinggi ataupun rendah. Enterobacter sakazakii dapat hidup dengan pertumbuhan pesat pada kisaran suhu optimum 30-40 C, sedangkan pada suhu kisaran 5,5- 8 C pertumbuhan bakteri mulai menurun dan dapat mati pada kisaran suhu  4C, dan dalam salah satu sumber menyatakan bahwa bakteri ini termasuk dalam kelompok bakteri thermotolerant pada suhu 60C. Waktu  regenerasi bakteri ini terjadi setiap 40 menit jika diinkubasi pada suhu 23C yang tentunya akan lebih cepat jika pada suhu optimum bakteri ini.  Kontaminasi koloni Enterobacter sakazakii memiliki peluang hidup maksimum sebesar 6,5%  untuk dapat berkembang hingga mencapai jumlah yang signifikan (1 juta sel/gram produk) dalam waktu maksimal 100 jam  pada suhu  18-37C . Artinya apabila salah satu produk susu formula terkontaminasi oleh  Enterobacter sakazakii  pada saat proses produksi, maka hanya dalam waktu 5 hari, susu formula yang telah terkontaminasi tersebut dapat sangat berbahaya bagi seorang bayi (Anton Rahmadi: 2008).


                 
Pertumbuhan Enterobacter sakazakii dapat dikontrol dengan beberapa metode, salah satunya adalah dengan pemakaian antibiotik. Penggunaan antibiotik dapat menghambat pertumbuhan bakteri ataupun bahkan dapat menghancurkan sel-sel bakteri. Antibiotik ini dapat dikelompokkan berdasarkan mekanisme kerjanya yakni a. antibiotik penghambat metabolisme sel tubuh bakteri contoh: trimethoprim, b. antibiotik penghambat sintesis dinding sel mikroba contohnya penicillin, bacitracin, chepalosporin, vancomycin, dan ristoserin, c. antibiotik yang dapat merusak keutuhan membran sel  mikroba contoh: antibiotik yang termasuk kelompok polymycin, d. antibiotik sebagai penghambat  sintesis protein sel mikroba contohnya pada antibiotik yang termasuk pada golongan aminoglikosida, macrolide, tetrracyclin, lincomycin, dan chloramphenicol, e. antibiotik yang dapat menghambat atau merusak asam nukleat pada sel mikroba contohnya rifampisin, grisofulvin. Berdasarkan pada sebuah penelitian tentang uji kepekaan Enterobacter sakazakii terhadap antibiotik, didapatkan bahwa  Enterobacter sakazakii umumnya resisten terhadap amphisilin, cefazolin, quinolone, vancomycin serta pada sefalosphorin generasi ketiga. Namun, Enterobacter sakazakii memiliki sensifitas yang cukup tinggi terhadap  chloramphenicol, gentamycin, oxytetracylin, amoxylin (Susan dan Masniari: 2010). Selain itu, pengontrolan pertumbuhan Enterobacter sakazakii dapat dilakukan dengan sterilisasi dan disinfeksi alat-alat serta bahan-bahan yang digunakan baik pada saat proses produksi susu formula dari awal hingga kemasan maupun saat penyajian susu formula pada bayi.
Susu formula yang terkontaminasi oleh Enterobacter sakazakii dapat menyebabkan infeksi pada bayi antara lain neonatal meningitis (infeksi selaput otak pada bayi yang baru lahir), sepsis, hidrochepalus, dan enterocolitis necrotic. Selain itu Enterobacter sakazakii dapat menyebabkan infeksi berat pada otak yakni dengan membentuk kista sehingga mengakibatkan infark atau abses otak.  Gejala atau indikasi adanya infeksi Enterobacter sakazakii  pada bayi dapat berupa diare, kembung, muntah-muntah, demam tinggi, bayi tampak kuning, kesadaran menurun (malas minum, tidak menangis), serta kejang pada bayi (Asih Rahayu: 2011). Meskipun telah diketahui beberapa akibat dengan adanya infeksi Enterobacter sakazakii namun, hingga saat ini belum banyak diketahui virulensi dan daya patogeniotas dari bakteri tersebut. Bahan enterotoxin diproduksi oleh beberapa jenis strains bakteri. Dengan menggunakan kultur jaringan diketahui efek enterotoksin dan beberapa strain tersebut, didapatkan 2 jenis strain bakteri yang berpotensi sebagai penyebab kematian, sedangkan beberapa strain lainnya non-patogenik atau tidak berbahaya. Hal inilah yang mungkin menjelaskan kenapa sudah ditemukan demikian banyak susu terkontaminasi tetapi belum banyak dilaporkan terjadi korban karena terinfeksi bakteri tersebut.
Telah dijelaskan bahwa bayi memiliki system kekebalan tubuh yang masih rendah sehingga rentan akan berbagai macam penyakit. Maka, perlu diperhatikan baik kebersihan makanan maupun alat penyajian yang digunakan untuk makanan bayi tersebut. Umumnya bagi ornag tua yang memberikan susu formula untuk bayi mereka harus sangat berhati-hati dalam penyajian susu formula pada bayi, pemilihan susu formula, proses penyajian, begitu pula dengan kebersihan botol susu yang digunakan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan susu formula pada bayi :
1.      Menjaga kebersihan ketika menyiapkan susu formula serta segera meminumkan susu formula tersebut kepada bayi setelah dibuat. Hal ini untuk mencegah aktifnya kembali bakteri dalam susu.
2.      Membuat susu dengan porsi sekali habis, menghindai melarutkan dalam jumlah banyak untuk diminum beberapa jam. Selain itu, waktu pemberian susu pada bayi perlu diperpendek. Lebih baik buatkan susu berkali-kali dengan cara steril. Mempersiapkan susu dengan cara yang benar, yaitu didihkan, setelah itu didinginkan hingga suhunya sekitar 70ºC, baru kemudian dicampurkan dengan susu formula. Bakteri akan mati pada suhu diatas 60ºC meskipun berakibat kehilangan dan kerusakan zat gizi pada susu formula.
3.      Tidak membiarkan susu yang telah dibuat disimpan terlalu lama sebelum diberikan kepada anak. Waktu penyimpanan sebaiknya tidak melebihi 4 jam.
4.      Botol susu harus selalu steril dengan merebus di air mendidih. Perlu juga diperhatikan, sebaiknya belilah susu formula dalam kemasan kecil sehingga cepat habis. Makin besar kemasan, makin lama habisnya dan makin besar peluang tercemar bakteri.
5.      Meningkatkan kewaspadaan terhadap sanitasi selama proses penyimpanan, penyiapan dan pemberian susu formula pada bayi, termasuk peralatan, air, dan seluruh anggota keluarga.
6.      Memperhatikan dan mengikuti semua petunjuk penyiapan, penyajian, penanganan, dan penyimpanan produk susu formula dan makanan bayi sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan untuk menghindari kontaminasi bakteri (Andi: 2014).




Daftar Pustaka

Andi. Trend dan Isu Susu Formula Berbakteri. http://mit.ilearning.me/trend-dan-isu-susu-formula-berbakteri-benar-ada-atau-sekedar-isu/. 2014. Diakses pada tanggal 22 April
2015 pukul 01.00 WIB
Anton Rahmadi. Review Singkat Cronobacter (Enterobacter) sakazakii: Patogen baru pada susu formula bayi. http://arahmadi.net/tulisan/jurnal-sakazakii-Anton.pdf. 2008.
Diakses pada tanggal 22 April 2015 pukul 00.45 WIB
Asih Rahayu. Enterobacter Sakazakii  (Cronobacter Sakazakii) : Sebagai Bakteri Pencemar Susu Bubuk Formula Bayi. http://www.
elib.fk.uwks.ac.id/asset/ENTEROBACTER%20SAKAZAKII.docx. 2011.
Diakses pada tanggal 23 April 2015 pukul 02.30 WIB\
Susan dan Masniari. Pola Kepekaan Enterobacter Sakazakii Terhadap antibiotika. http:// peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/loksp08-51.pdf. 2010. Diakses
pada tanggal 23 April 2015 pukul 02.30 WIB