Mikroba, Susu Formula , dan Botol Susu Bayi

Enterobacter
sakazakii,
salah satu bakteri yang dapat hidup di susu formula bayi. Enterobacter sakazakii ini pertama kali
ditemukan pada tahun 1958 pada 78 kasus bayi dengan infeksi meningitis (Asih
rahayu:2011). Umumnya bakteri ini dapat menginfeksi berbagai organisme
namun, khususnya pada bayi yang memiliki
sistem imun yang masih rendah, terutama pada bayi yang dilahirkan secara
prematur. Enterobacter
sakazakii bukan
merupakan asli flora normal saluran pencernaan pada hewan maupun manusia, namun
diduga bahwa bakteri ini dapat menginfeksi melalui sumber infeksi seperti
tanah, air, udara, sayuran, lalat serta tikus. Pencemaran susu formula
oleh Enterobacter
sakazakii ini diduga dapat tejadi karena adanya kontaminasi
pada susu formula dengan
tiga cara : kontaminasi pada bahan baku yang digunakan untuk pembuatan susu
formula, kontaminasi bahan-bahan yang ditambahkan pada susu formula setelah
pasteurisasi, dan kontaminasi pada saat penyajian susu formula pada bayi.
Struktur Enterobacter
sakazakii berbentuk batang, memiliki alat gerak berupa flagel peritrik,
memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis (jenis bakteri gram negative), dan
tidak membentuk spora. Berdasarkan
sifatnya Enterobacter sakazakii merupakan bakteri opportunistic pathogen.
Dan bila dilihat dari sifat tersebut Enterobacter sakazakii termasuk bakteri heterotrof, yakni jenis
bakteri yang mendapatkan nutrisinya dari organisme lain. Sedangkan berdasarkan
kebutuhan oksigen Enterobacter sakazakii merupakan bakteri fakultatif anaerob,
yang dapat hidup baik pada lingkungan berkadar oksigen tinggi ataupun rendah. Enterobacter
sakazakii dapat hidup dengan pertumbuhan pesat pada kisaran suhu optimum 30ᵒ-40ᵒ C, sedangkan
pada suhu kisaran 5,5ᵒ- 8ᵒ C pertumbuhan
bakteri mulai menurun dan dapat mati pada kisaran suhu 4ᵒC, dan dalam
salah satu sumber menyatakan bahwa bakteri ini termasuk dalam kelompok bakteri
thermotolerant pada suhu 60ᵒC. Waktu regenerasi bakteri ini terjadi setiap 40 menit
jika diinkubasi pada suhu 23ᵒC yang tentunya akan lebih cepat jika pada suhu
optimum bakteri ini. Kontaminasi koloni Enterobacter
sakazakii memiliki peluang hidup maksimum sebesar 6,5% untuk dapat berkembang hingga mencapai jumlah
yang signifikan (1 juta sel/gram produk) dalam waktu maksimal 100 jam pada suhu
18ᵒ-37ᵒC . Artinya
apabila salah satu produk susu formula terkontaminasi oleh Enterobacter sakazakii pada saat proses produksi, maka hanya dalam
waktu 5 hari, susu formula yang telah terkontaminasi tersebut dapat sangat
berbahaya bagi seorang bayi (Anton Rahmadi: 2008).
Pertumbuhan Enterobacter
sakazakii dapat dikontrol dengan beberapa metode, salah satunya adalah
dengan pemakaian antibiotik. Penggunaan antibiotik dapat menghambat pertumbuhan
bakteri ataupun bahkan dapat menghancurkan sel-sel bakteri. Antibiotik ini
dapat dikelompokkan berdasarkan mekanisme kerjanya yakni a. antibiotik
penghambat metabolisme sel tubuh bakteri contoh: trimethoprim, b. antibiotik
penghambat sintesis dinding sel mikroba contohnya penicillin, bacitracin,
chepalosporin, vancomycin, dan ristoserin, c. antibiotik yang dapat merusak
keutuhan membran sel mikroba contoh: antibiotik
yang termasuk kelompok polymycin, d. antibiotik sebagai penghambat sintesis protein sel mikroba contohnya pada antibiotik
yang termasuk pada golongan aminoglikosida, macrolide, tetrracyclin, lincomycin,
dan chloramphenicol, e. antibiotik yang dapat menghambat atau merusak asam
nukleat pada sel mikroba contohnya rifampisin, grisofulvin. Berdasarkan pada
sebuah penelitian tentang uji kepekaan Enterobacter sakazakii terhadap antibiotik,
didapatkan bahwa Enterobacter
sakazakii umumnya resisten terhadap amphisilin, cefazolin, quinolone, vancomycin
serta pada sefalosphorin generasi ketiga. Namun, Enterobacter sakazakii
memiliki sensifitas yang cukup tinggi terhadap chloramphenicol, gentamycin, oxytetracylin, amoxylin
(Susan dan Masniari: 2010). Selain itu, pengontrolan pertumbuhan Enterobacter
sakazakii dapat dilakukan dengan sterilisasi dan disinfeksi alat-alat serta
bahan-bahan yang digunakan baik pada saat proses produksi susu formula dari
awal hingga kemasan maupun saat penyajian susu formula pada bayi.
Susu formula
yang terkontaminasi oleh Enterobacter sakazakii dapat menyebabkan
infeksi pada bayi antara lain neonatal meningitis (infeksi selaput otak
pada bayi yang baru lahir), sepsis, hidrochepalus, dan enterocolitis
necrotic. Selain itu Enterobacter sakazakii dapat menyebabkan
infeksi berat pada otak yakni dengan membentuk kista sehingga mengakibatkan
infark atau abses otak. Gejala atau indikasi
adanya infeksi Enterobacter sakazakii pada bayi dapat berupa diare, kembung,
muntah-muntah, demam tinggi, bayi tampak kuning, kesadaran menurun (malas
minum, tidak menangis), serta kejang pada bayi (Asih Rahayu: 2011). Meskipun telah
diketahui beberapa akibat dengan adanya infeksi Enterobacter sakazakii namun,
hingga saat ini belum banyak diketahui virulensi dan daya patogeniotas dari
bakteri tersebut. Bahan enterotoxin
diproduksi oleh beberapa jenis strains bakteri. Dengan menggunakan kultur
jaringan diketahui efek enterotoksin dan beberapa strain tersebut, didapatkan 2
jenis strain bakteri yang berpotensi sebagai penyebab kematian, sedangkan
beberapa strain lainnya non-patogenik atau tidak berbahaya. Hal inilah yang
mungkin menjelaskan kenapa sudah ditemukan demikian banyak susu terkontaminasi
tetapi belum banyak dilaporkan terjadi korban karena terinfeksi bakteri
tersebut.
Telah dijelaskan bahwa bayi memiliki system kekebalan tubuh yang masih
rendah sehingga rentan akan berbagai macam penyakit. Maka, perlu diperhatikan
baik kebersihan makanan maupun alat penyajian yang digunakan untuk makanan bayi
tersebut. Umumnya bagi ornag tua yang memberikan susu formula untuk bayi mereka
harus sangat berhati-hati dalam penyajian susu formula pada bayi, pemilihan
susu formula, proses penyajian, begitu pula dengan kebersihan botol susu yang
digunakan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan susu formula pada
bayi :
1. Menjaga
kebersihan ketika menyiapkan susu formula serta segera meminumkan susu formula
tersebut kepada bayi setelah dibuat. Hal ini untuk mencegah aktifnya kembali bakteri
dalam susu.
2. Membuat susu
dengan porsi sekali habis, menghindai melarutkan dalam jumlah banyak untuk
diminum beberapa jam. Selain itu, waktu pemberian susu pada bayi perlu
diperpendek. Lebih baik buatkan susu berkali-kali dengan cara steril.
Mempersiapkan susu dengan cara yang benar, yaitu didihkan, setelah itu
didinginkan hingga suhunya sekitar 70ºC, baru kemudian dicampurkan dengan susu
formula. Bakteri akan mati pada suhu diatas 60ºC meskipun berakibat kehilangan
dan kerusakan zat gizi pada susu formula.
3. Tidak
membiarkan susu yang telah dibuat disimpan terlalu lama sebelum diberikan
kepada anak. Waktu penyimpanan sebaiknya tidak melebihi 4 jam.
4. Botol susu
harus selalu steril dengan merebus di air mendidih. Perlu juga diperhatikan,
sebaiknya belilah susu formula dalam kemasan kecil sehingga cepat habis. Makin
besar kemasan, makin lama habisnya dan makin besar peluang tercemar bakteri.
5. Meningkatkan
kewaspadaan terhadap sanitasi selama proses penyimpanan, penyiapan dan
pemberian susu formula pada bayi, termasuk peralatan, air, dan seluruh anggota
keluarga.
6.
Memperhatikan dan mengikuti semua petunjuk
penyiapan, penyajian, penanganan, dan penyimpanan produk susu formula dan
makanan bayi sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan untuk menghindari
kontaminasi bakteri (Andi: 2014).
Daftar Pustaka
Andi. Trend dan Isu Susu Formula Berbakteri. http://mit.ilearning.me/trend-dan-isu-susu-formula-berbakteri-benar-ada-atau-sekedar-isu/. 2014. Diakses pada tanggal 22 April
2015
pukul 01.00 WIB
Anton
Rahmadi. Review Singkat Cronobacter
(Enterobacter) sakazakii: Patogen baru pada susu formula bayi. http://arahmadi.net/tulisan/jurnal-sakazakii-Anton.pdf. 2008.
Diakses pada tanggal
22 April 2015 pukul 00.45 WIB
Asih Rahayu. Enterobacter Sakazakii (Cronobacter Sakazakii) : Sebagai Bakteri Pencemar
Susu Bubuk Formula Bayi. http://www.
elib.fk.uwks.ac.id/asset/ENTEROBACTER%20SAKAZAKII.docx. 2011.
Diakses pada tanggal 23 April
2015 pukul 02.30 WIB\
Susan dan Masniari. Pola Kepekaan Enterobacter Sakazakii Terhadap antibiotika. http://
peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/loksp08-51.pdf.
2010. Diakses
pada tanggal 23 April 2015 pukul 02.30 WIB